Pemanfaatan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia jangan sampai mengalahkan arti penting dari kelestarian hutan itu sendiri. Manusia ditakdirkan memiliki kemampuan untuk bersikap bijaksana, sehingga harus mampu mengelola hutan secara arif sebagai bentuk dari tanggung jawabnya.
“Tujuan pembangunan di bidang kehutanan adalah bagaimana kita bisa mendapatkan manfaat ekonomi sekaligus kesejahteraan dari hutan itu,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional Departemen Kehutanan di Istana Negara, Kamis (27/03).
Namun, Presiden menambahkan di dalam pemanfaatan nilai ekonomi isi hutan, jangan sampai kita beranggapan bahwa seluruh isinya adalah milik kita. “Hutan bukanlah milik kita, ia kita pinjam dari anak cucu kita. Jadi, sudah kewajiban moral kita semua untuk mengelola dan menjaga kelestarian hutan,” ujarnya.
Untuk itu, Presiden berharap agar jangan ada kecerobohan dan keteledoran saat mengelola hutan, karena bukan hanya merugikan masyarakat yang hidup saat ini tetapi juga di masa mendatang.
“Kehidupan tidak akan selamat, jika kita salah mengelola hutan,” kata Presiden yang didampingi oleh Menko Polhukam Widodo As, Menko Perekonomian Boediono, Menteri Kehutanan MS Kaban, Menega LH Rahmat Witoelar, dan Mensesneg Hatta Rajasa.
Akan tetapi, Presiden menyuarakan ketidaksetujuannya atas sikap sebagian besar negara-negara maju yang menekan Indonesia untuk tidak menyentuh hutannya. Dengan alasan, dapat mengganggu kehidupan dunia karena tidak mampu mengelolanya dengan baik. Pernyataan itu dilihat dari masih tingginya kasus kejahatan kehutanan seperti ilegal logging dan ilegal trade, serta impor asap yang kerap terjadi kala Indonesia memasuki musim kemarau kering.
“Lho kok enak, padahal yang dulu mengatakan itu juga punya hutan tetapi sekarang sudah habis akibat upaya pembangunan perekonomian mereka,” kata Presiden. Untuk itu, Presiden meminta agar masyarakat dan pemerintah Indonesia tidak menelan mentah-mentah desakan itu. “Karena pilihan itu harus dibayar dengan kesejahteraan dan penderitaan masyarakat kita sendiri,” jelas Presiden.
Menurut Presiden, imbauan yang terbaik seharusnya bernada mendorong Indonesia untuk memanfaatkan isi hutan sekaligus memeliharanya dengan arif, bukan dengan melarang menyentuhnya. “Hendaknya peliharalah hutan Anda baik-baik agar bumi kita selamat, tetapi silahkan dengan cara yang baik pula manfaatkan hutan Anda, dan itu pula yang akan kita lakukan,” ujar Presiden.
Bersamaan dengan itu, Presiden juga mengabarkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengajukan proposal kepada sebelas negara yang masih memiliki hutan hujan tropis, seperti Malaysia, Papua Nugini, Brasil, Kolombia, Kostarika, Peru, Kongo, dan Kamerun. Untuk bekerja sama dalam mengelola, melestarikan, dan menjaga hutan yang merupakan paru-paru dunia ini.
“Tetap diperlukan kerja sama yang baik, sehingga bila nanti carbon trading sudah bisa dilaksanakan, maka negara-negara yang sudah ikut menyelamatkan bumi melalui pelestarian hutannya itu, harus diberikan kompensasi,” kata Presiden.
Tanpa melupakan kehadiran seluruh pejabat Departemen Kehutanan dalam acara itu, Presiden juga memberikan sembilan instruksi yang tidak hanya dikhususkan kepada jajaran pejabat Dephut tetapi juga masyarakat.
Antara lain, ajakan untuk membangun dan mengelola sumber daya hutan yang mampu memberikan manfaat yang nyata bagi negara dan masyarakat. Meningkatkan manfaat ekonomi hutan tanpa melupakan kelestariannya, menjaga sumber daya air sebagai langkah mencegah terjadinya krisis air bersih, pencegahan yang maksimal atas berbagai bencana terkait kerusakan hutan seperti longsor, banjir badang, dan kebakaran hutan.
Tidak lupa pula peningkatan keamanan untuk menurunkan tingkat kejahatan hutan, reformasi pemerintahan dengan mengaplikasikan poin-poin good governence dan juga tidak melupakan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar area hutan. Satu pesan penting presiden, “Jangan toleransi atas berbagai penyimpangan yang melibatkan hutan”.
Suci Dian H
diterbitkan di Jurnal Nasional